Archive | January, 2009

Sekarang, Kita Semua adalah Hamas

30 Jan

Tiga minggu penyerangan Israel ke Jalur Gaza, justru mampu “membantu” merekrut Hamas dalam jumlah besar!

 

Hidayatullah.com–“Apa syaratnya seseorang bisa menjadi anggota Hamas?” tanya seorang pemuda. Pria ‘alim yang duduk di kursi roda itu tidak membutuhkan lebih dari satu detik untuk menjawab pertanyaan pemuda tadi.

 “Ketika Anda mengangkat tangan berdoa untuk kemenangan para Mujahidin membebaskan Al-Aqsa, sejak itu Anda seorang Hamas.”

yasin001Pria itu adalah “Asy-Syahid” Syeikh Ahmad Yasin, yang dirudal oleh Israel di atas kursi roda yang sama, beberapa meter sekeluarnya beliau dari masjid tempatnya shalat subuh berjama’ah.

Kisah ini disampaikan oleh Abu Ayman, salah satu sahabat Syeikh Yasin dari tujuh pria pendiri Hamas (Harakah Muqawamah Al-Islamiyah; gerakan perlawanan Islam) yang masih hidup, dan beberapa bulan lalu diwawancarai oleh reporter www.hidayatullah.com di suatu kamp pengungsi Palestina di Damaskus, Suriah.

Dalam tiga minggu penyerangan biadabnya ke Gaza (27 Desember 2008 sampai 17 Januari 2009), Zionis Israel justru telah “membantu” rekrutmen anggota Hamas dalam jumlah terbesar sejak berdirinya tahun 1987.

hamas_massa_300_01Jutaan orang baik Muslim maupun bukan turun ke jalan kota-kota dunia seperti Caracas, Madrid, Seoul, Jakarta, Montevideo, Kuala Lumpur, Istanbul, Buenos Aires, London, Teheran dan banyak lagi, menyatakan kemarahannya atas pembantaian rakyat Gaza.

Jutaan orang lainnya, di seantero dunia, lima kali sehari di akhir rakaat shalat-shalat fardhunya mengangkat tangan membacakan doa Qunut Nazilah agar para Mujahidin dimenangkan dan para musuh dilaknati Allah.

Organisasi hak asasi manusia Al-Mizan Center mencatat, jumlah korban yang syahid selama penyerangan yang dilakukan Israel tempo hari mencapai 1.253 orang, termasuk setidaknya 280 orang anak dan 95 orang perempuan. Sejumlah 4,009 orang luka-luka, termasuk 860 orang anak dan 488 perempuan. Hamas secara resmi mengumumkan 48 orang anggotanya syahid diantara para korban. Namun ratusan jenazah masih terus ditemukan dari reruntuhan bangunan yang kini mulai dibongkar.

Pasti, pengorbanan ini tidak sia-sia. Seperti juga pemboman 9/11 yang diduga kuat oleh banyak ahli sebagai bikinan rezim George W Bush sendiri untuk memfitnah umat Islam, fitnah Israel yang menggembar-gemborkan ‘kejahatan’ Hamas justru berbalik mengundang simpati masyarakat dunia kepada gerakan perlawanan Islam ini.

Adian Husaini, kolumnis dan pemikir muda terkemuka, mencatat, “Belum pernah ada kejadian di belahan bumi lain, yang mengundang simpati emosional bangsa Indonesia sebesar penyerangan terhadap Gaza ini. Artis-artis, anak-anak sekolah, rakyat jelata semua bersimpati ada perjuangan rakyat Palestina.”

Hamas antara Demokrasi dan Syariah

Wartawan Palestina lain yang tidak berada di Gaza adalah Khalid Amayreh, tinggal berpindah-pindah antara Nablus dan Jerusalem di Tepi Barat. Ia mengomentari niat Israel menghancurkan Hamas.

“Antara menghancurkan pemerintahan Hamas dan menghancurkan gerakan Hamas adalah dua hal yang sama sekali berbeda,” tulisnya dalam sebuah artikel yang diterbitkan Palestinian Information Center (PIC).  

Sejak berdirinya 21 tahun silam, Hamas memang telah berhasil mengubah arus perjuangan kemerdekaan Palestina, dari Nasionalis-Marxis-Sekular di bawah kepemimpinan Yasser Arafat, menjadi perjuangan yang lebih universal dan berdimensi akhirat lewat perlawanan Islam.  

Meskipun kehilangan 48 kader terbaiknya, serangan Israel baru lalu justru semakin mengangkat nama Hamas. Orang jadi semakin kenal, meskipun Hamas menggunakan demokrasi sebagai alat, jihad tetap panglimanya. Para pemimpinnya tetap berada di tengah-tengah rakyat meskipun dalam keadaan terburuk. Contohnya, Menteri Dalam Negeri Sayyid Shiyam dan Nizar Rayyan, salah seorang ulama dan komandan lapangan di Gaza. Keduanya syahid bersama keluarganya.

Meskipun juga menggunakan media demokrasi, Hamas selalu tunduk pada tuntunan para ulamanya dari hal-hal yang sifatnya besar dari masalah diplomasi dan kenegaraan sampai hal-hal terkecil.

Salah seorang ulama Hamas yang diwawancarai oleh www.hidayatullah.com Syeikh Abu Bakar Al-Awawidah di Damaskus, Syuriah, menceritakan sebuah pengalaman menarik.

“Khalid Misy’al kepala biro politik Hamas dulunya gemar mengenakan dasi, namun sesudah saya tegur beberapa kali dan saya ingatkan bahwa simpul dasi itu sebenarnya berbentuk salib. Sejak itu sampai sekarang sampai hari ini dia tidak menggunakan dasi. Begitu juga untuk urusan-urusan yang lebih besar,” ujar Syeikh Abu Bakar.

Para pemimpin Hamas tunduk pada ulama, karena ulamanya berjihad, dan bukan sebaliknya ulama dipaksa tunduk pada kepentingan politik.

 

Meskipun menggunakan demokrasi sebagai alat, dan ikut pemilu, Hamas tidak pernah berpura-pura menggunakan retorika kemanusiaan atau kebangsaan (Humanisme atau nasionalisme). Baik kepada lawannya maupun kawan, para pemimpin Hamas selalu berterus terang bahwa mereka ingin menegakkan syariat Islam di seluruh tanah Palestina, meskipun sikap itu berakibat mereka harus digebuki di berbagai arah. Di antaranya dengan penangkapan, penculikan para tokohnya, dan yang terbesar penyerangan Israel yang baru lalu. Namun begitu, Allah mentakdirkan rakyat Palestina semakin mencintai Hamas. Ketika diwawancari oleh media-media asing, sejumlah penduduk Gaza di jalan-jalan, menyatakan dengan jelas.

“Kami tidak pernah menyalahkan Hamas, Israel memang menyerang rakyat sipil.” [M. Isa, Damaskus, Suriah/www.hidayatullah.com]

Wawancara dan artikel lengkap tentang Hamas dan perjuangan Palestina dimuat lengkap di Majalah Hidayatullah bulan Pebruari. Lengkap dengan poster boikot lux. Pesan sekarang juga sebelum habis.  Email   redaksi-online@hidayatullah.com This e-mail address is being protected from spambots. You need JavaScript enabled to view it , (031)-5998143, 5998145 atau SMS ke 081-55156074

http://hidayatullah.com/index.php?option=com_content&view=article&id=8476:sekarang-kita-semua-adalah-hamas&catid=67:internasional&Itemid=55

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

320 Organisasi HAM Dunia akan Seret Israel ke Mahkamah Internasional

30 Jan

Organisasi HAM menyatakan Israel melakukan kejahatan perang dan akan menyeretnya pada Mahkamah Internasional

 

Hidayatullah.com–Sebanyak 320 organisasi HAM yang tergabung dalam aliansi kemanusiaan menyatakan jika zionis-nazi1Israel telah melakukan kejahatan perang dan pelanggaran kemanusiaan sepanjang invasi Gaza beberapa hari yang lalu. Mereka juga berencana untuk menggiring Israel ke Mahkamah Internasional (International Criminal Court) yang berpusat di Den Haag

Di satu pihak, Mahkamah Internasional menyatakan jika pihak aliansi tidak mempunyai kuasa hukum dalam hal ini.

Harian Aljazeera (22/1) melansir, salah seorang anggota aliansi kemanusiaan tersebut menyatakan bahwa Mahkamah Internsional tidak mengumumkan secara resmi penolakan mereka namun mereka meminta banyak draft dokumentasi lainnya.

Dr. Mahmud Rif’at, pakar Undang-undang Mahkamah Pidana Internasional menyatakan bahwa yang memiliki hak untuk menuntut Israel hanya ada tiga pihak, yaitu negara yang diserang (pemerintahan Palestina di Gaza), Dewan Keamanan PBB dan Jaksa Kepala di International Criminal Court (ICC).

Sementara itu, PM Israel Ehud Olmert menugaskan Menteri Kehakiman Israel, Denial Friedmann untuk memimpin tim yang terdiri dari beberapa departemen guna menjaga anggota militer dan sipil Israel dari tuntunan atas kejahatan perang yang mereka lakukan saat perang di Jalur Gaza.

Olmert juga menyatakan kepada Surat Kabar Maarev bahwa ia turut “sedih” dengan korban sipil Palestina dan ikut “menangis” atas apa yang menimpa seorang dokter Palestina yang kehilangan tiga orang anaknya akibat serangan Israel. Namun ia menyatakan bahwa yang bertanggung jawab atas semua ini adalah Hamas yang bersembunyi di balik rakyat sipil. [jzr/sin/umf/www.hidayatullah.com

http://hidayatullah.com/index.php?option=com_content&view=article&id=8457:320-organisasi-ham-dunia-akan-seret-israel-ke-mahkamah-internasional&catid=123:solidaritas-palestina&Itemid=87

 

12 RAHASIA KEJAHATAN YAHUDI DALAM KITAB SUCI

29 Jan

 Ditulis Oleh Henri Shalahuddin   

Ide mendirikan negara Yahudi dalam perkembangan gerakan Zionis, sebenarnya banyak dipengaruhi oleh Theodore Herzl. Dalam tulisannya, Der Jadenstaat (Negara Yahudi), dia mendorong organisasi Yahudi dunia untuk meminta persetujuan Turki Usmani sebagai penguasa di Palestina agar diizinkan membeli tanah di sana. Kaum Yahudi hanya diizinkan memasuki Palestina untuk melaksanakan ibadah, bukan sebagai komunitas yang punya ambisi politik (lihat: Palestine and The Arab-Israeli Conflict, 2000: 95). Keputusan ini memicu gerakan Zionis radikal. Bersamaan dengan semakin melemahnya pengaruh Turki Usmani, para imigran Zionis berdatangan setelah berhasil membeli tanah di Palestina utara. Imigrasi besar-besaran ini pun berubah menjadi penjajahan tatkala mereka berhasil menguasai ekonomi, sosial dan politik di Palestina dengan dukungan Inggris (Israel, Land of Tradition and Conflict, 1993:27).

Berakhirnya Perang Dunia I, Inggris berhasil menguasai Palestina dengan mudah. Sherif Husein di Mekah yang dilobi untuk memberontak kekuasaan Turki juga meraih kesuksesan. (1948 and After: Israel and Palestine, 1990:149). Rakyat Palestina semakin terdesak dan menjadi sasaran pembantaian. (2000:173). Agresi Zionis terus berlanjut, 360 desa dan 14 kota yang didiami rakyat Palestina dihancurkan dan lebih 726.000 jiwa terpaksa mengungsi. Akhirnya pada Jumat, 14 Mei 1948, negara baru Israel dideklarasikan oleh Ben Gurion, bertepatan dengan 8 jam sebelum Inggris dijadwal meninggalkan Palestina. Untuk strategi mempertahankan keamanannya di masa berikutnya, Israel terus menempel AS hingga berhasil mendapat pinjaman 100 juta U$D untuk mengembangkan senjata nuklir.

Elisabeth Diana Dewi dalam karya ilmiahnya, The Creation of The State of Israel menguraikan bahwa secara filosofi, negara Israel dibentuk berdasarkan tiga keyakinan yang tidak boleh dipertanyakan: (a) tanah Israel hanya diberikan untuk bangsa pilihan Tuhan sebagai bagian dari Janji-Nya kepada mereka. (b) pembentukan negara Israel modern adalah proses terbesar dari penyelamatan tanah bangsa Yahudi. (c) pembentukan negara bagi mereka adalah solusi atas sejarah penderitaan Yahudi yang berjuang dalam kondisi tercerai berai (diaspora). Maka, merebut kembali seluruh tanah yang dijanjikan dalam Bibel adalah setara dengan penderitaan mereka selama 3000 tahun. Oleh sebab itu, semua bangsa non-Yahudi yang hidup di tanah itu adalah perampas dan layak untuk dibinasakan.

Yahudi dalam Al-Quran

Fakta fenomenal saat ini yang menggambarkan arogansi, kecongkakan dan penindasan Yahudi terhadap kaum muslimin adalah hikmah yang harus diambil dari Firman-Nya: Dan telah Kami tetapkan terhadap Bani Israil dalam Kitab itu: “Sesungguhnya kamu akan membuat kerusakan di muka bumi ini dua kali dan pasti kamu akan menyombongkan diri dengan kesombongan yang besar.” (QS.17:4). Dalam tafsir Jalalayn dijelaskan bahwa maksud fil ardhi dalam ayat itu adalah bumi Syam yang meliputi Suriah, Palestina, Libanon, Yordan dan sekitarnya.

Pembunuhan bukan hal asing dalam sejarah Yahudi. Bahkan nabi-nabi mereka, seperti Nabi Zakariya dan Nabi Yahya pun dibunuh. Mereka juga mengira telah berhasil membunuh Nabi Isa dan bangga atas usahanya. Tapi Al-Quran membantahnya (QS.4:157). Inilah di antara makna bahwa yang paling keras permusuhannya terhadap kaum beriman ialah orang Yahudi dan musyrik (QS. 5:82).

Penolakan janji Allah (QS. 5:21-22) yang memastikan kemenangan jika mau berperang bersama Nabi Musa, membuktikan sebenarnya Yahudi adalah bangsa penakut, pesimis, tamak terhadap dunia dan lebih memilih hidup hina daripada mati mulia. Bahkan QS. 5:24 menggambarkan bahwa mereka tidak butuh tanah yang dijanjikan dan tidak ingin merdeka selama masih ada sekelompok orang kuat yang tinggal di sana. Lalu mereka meminta Nabi Musa dan Tuhannya berperang sendiri.

Oleh karena itu Al-Quran menggambarkan bahwa kerasnya batu tidak bisa mengimbangi kerasnya hati kaum Yahudi. Sebab masih ada batu yang terbelah lalu keluar mata air darinya dan ada juga yang meluncur jatuh karena takut kepada Allah (QS. 2:74). Keras hati kaum Yahudi ini di antaranya disebabkan hobi mereka mendengarkan berita dusta dan makan dari usaha yang diharamkan (QS. 5:24).

Dua Belas Kejahatan Yahudi

Dalam buku Qabaih al-Yahud dijelas 12 kejahatan Yahudi yang termaktub dalam Al-Quran. Kejahatan itu adalah sebagai berikut:

1.       Menuduh Nabi Musa punya penyakit kusta karena tidak mau mandi bersama mereka. (QS. 33:69)

2.      Enggan melaksanakan Taurat, sehingga Allah mengangkat gunung Tursina untuk mengambil perjanjian yang teguh. (QS.2:93)

3.      Tidak mau beriman kecuali jika melihat Allah langsung. (QS. 2:55 dan 4:153)

4.      Merubah perintah agar masuk negeri yang dijanjikan seraya bersujud dan mengucapkan hithah, yakni memohon ampunan. Tapi mereka mengganti perintah itu dengan cara melata di atas anusnya dan mengatakan hinthah, yakni sebutir biji di rambut. (QS. 2:58-59)

5.      Menuduh Nabi Musa mengolok-olok mereka saat mereka disuruh menyembelih sapi betina. (QS. 2:67)

6.      Menulis Alkitab dengan tangan mereka, lalu mengatakan ini dari Allah. (QS. 2:79)

7.      Memutar-mutar lidahnya untuk menyakinkan bahwa yang dibacanya itu adalah wahyu yang asli. (QS. 3:78)

8.      Merubah Firman Allah. (QS.2:75)

9.      Menyembah patung sapi saat ditinggal Nabi Musa mengambil Taurat. (QS.2: 51 dan 92)

10.   Mengatakan Tangan Allah terbelenggu. (QS.5:64)

11.    Menuduh Allah itu faqir. (QS. 3:181)

12.   Menyuruh Nabi Musa dan Tuhannya berperang untuk mereka (QS.5:24)

Di samping itu, sosok nabi yang seharusnya dijadikan suri tauladan, justru dinistakan. Nabi Ibrahim dalam Kejadian pasal 12:10-16 dan 20:1-14, dikisahkan sebagai orang yang hina, menjijikkan dan rakus harta benda. Beliau dituduh menjual isterinya yang cantik demi meraih keuntungan. Kitab suci mereka tidak pernah menceritakan beliau sebagai Nabi pemberani yang menghancurkan patung meskipun harus dilemparkan kedalam api, menyeru ayah dan kaumnya meninggalkan kemusyrikan. Kisah memilukan juga menimpa Nabi Luth. Dalam Kejadian Pasal 19:30-38, beliau dikisahkan menzinahi kedua putrinya dalam keadaan mabuk.

Islam adalah musuh permanen bagi Yahudi dan Nasrani. Sebab Islam adalah satu-satunya agama yang kitab sucinya mengoreksi langsung kesalahan dua agama itu. Ibarat seorang adik, ia berani membongkar kejahatan kedua kakaknya. Oleh sebab itu, kedengkian mereka tidak akan padam dan masih eksis dalam kajian-kajian mereka. Contoh kedengkian intelektual ini seperti klaim bahwa Al-Quran banyak dipengaruhi kosa kata Ibrani, seperti diungkapkan Adnin Armas dalam bukunya Metodologi Bibel dalam Studi Al-Quran. Klaim ini dicetuskan oleh Abraham Geiger (1810-1874), seorang rabi dan pendiri Yahudi Liberal di Jerman dalam karyanya, Apa yang telah Muhammad pinjam dari Yahudi?

Jauh sebelumnya, Imam Syafi’i telah menolak tudingan semisal itu dan menguatkan bahwa Al-Quran diturunkan dalam bahasa Arab. Sebab semua lafadz dalam Al-Quran mustahil tidak dipahami oleh semua orang Arab, meskipun sebagian lafadz itu ada yang tidak dimengerti oleh sebagian orang Arab. Hal ini mengingat luasnya samudera bahasa Arab, bukan karena kata itu tidak berasal dari bahasa Arab. Karena kata-kata yang dituduhkan asing itu telah menjadi bahasa Arab, dikenal dan telah digunakan oleh masyarakat Arab sebelum turunnya Al-Quran.

Anehnya, virus Geiger kini berkembang subur di sebagian umat. Pengacauan studi Islam dan maraknya franchise-franchise hermeneutika untuk menafsirkan Al-Quran di sebagian institusi pendidikan tinggi Islam sangat potensial melemahkan akidah dan ukhuwah. Fenomena ini perlu dipertimbangkan para tokoh umat di samping fatwa tentang pemboikotan produk Israel dan Amerika.

Penulis adalah dosen STID M. Natsir Jakarta. Alumni ISID Gontor dan Pascasarjana di International Islamic University Malaysia (IIUM), fakultas Islamic Revealed Knowledge and Human Sciences

http://insistnet.com/index.php?option=com_content&task=view&id=94&Itemid=26

 

 

Kenapa Ulil, Lutfi dan Carter Beda

29 Jan

Seluruh dunia mengutuk Israel. Tapi tokoh Jaringan Islam Liberal mengampanyekannya. Jimmy Carter saja menuding Israel memelaratkan orang Palestina.*) Penulis adalah Direktur Institute For Policy Studies (IPS)

Sejak perang di Gaza memasuki pekan kedua, kian jelas Israel akan mengulang apa yang dialaminya dengan Hizbullah di Lebanon pada 2006: kegagalan. Pendapat seperti itu, antara lain, bisa dibaca dari tulisan Jackson Diehl, wartawan The Washington Post.

Dalam sebuah artikel berjudul Hard Lesson for Israel (Pelajaran pahit bagi Israel) di korannya 9 Januari lalu, Diehl menulis bahwa tujuan serangan Israel adalah mengurangi kemampuan militer Hamas secara substansial, dan kemudian memaksa Hamas menyetujui gencatan senjata dengan berbagai keuntungan buat Israel.

Ternyata Hamas bisa bertahan. Walau kecil, korban di pihak Israel sudah jatuh. Lebih dari itu Israel dikecam dunia karena serangannya mengakibatkan jatuhnya banyak korban sipil – seperti wanita dan anak-anak — yang tersiar ke seluruh dunia melalui layar televisi. Citra negeri Yahudi itu hancur-hancuran.

Maka akhirnya Israel harus mengumumkan gencatan senjata sepihak dalam kondisi yang tak memuaskannya. Dan ini terjadi 18 Januari lalu, hanya beberapa hari sebelum Amerika dipimpin pemerintah baru Barack Obama yang lebih cerdas, lebih menyukai perdamaian.

Serangan Israel sejak 27 Desember lalu, memang dilakukan seperti mengejar setoran, mumpung George Bush masih Presiden Amerika Serikat. Serangan mengakibatkan puluhan masjid porak-poranda – Israel sengaja mengebom masjid dengan dalih tempat suci itu dijadikan Hamas ajang penyimpanan senjata dan amunisi – sejumlah sekolah, termasuk sekolah internasional Amerika (American International School) dan sekolah PBB (United Nations School), kantor pers, rumah sakit, berbagai fasilitas umum, rumah-rumah pribadi. Sekitar 1245 orang Palestina tewas, lebih separuhnya adalah orang sipil, terutama wanita dan anak-anak. Lebih 5300 orang cedera.

Belakangan tank Israel malah menembaki markas PBB. Juga dihancurkan fasilitas air minum dan listrik. Tampaknya Israel ingin menjadkan Gaza yang sekarang pun sudah amat miskin dan menderita, kembali hidup seperti di zaman batu. Tanpa fasilitas apa pun.

Jon Alterman, Ketua Program Timur Tengah di Center for Strategic and International Studies (CSIS) Washington, berpendapat serangan dipaksakan Israel karena mereka tak yakin pada reaksi Barack Obama bila serangan dilakukan setelah Obama dilantik menjadi presiden.

Penasehat politik Obama, David Axelrod, dalam sebuah acara di jaringan televisi CBS, mengatakan Obama akan bekerjasama erat dengan Israel. Negeri itu adalah sekutu terdekat Amerika di kawasan. ‘’Tapi Obana akan melakukannya dengan mempromosikan perdamaian, bekerja sama dengan Israel dan Palestina untuk mencapai tujuan itu,’’ katanya.

Agaknya Obama harus realistis pada kondisi negerinya. Ekonominya morat-marit dilanda krisis. Utangnya 11,3 triliun dollar, merupakan yang terbesar di dunia. Belakangan ada tanda-tanda China mulai enggan membeli obligasi Amerika Serikat. Selama ini China merupakan negara pembeli obligasi atau surat utang dari Amerika terbesar – selain negara di Timur Tengah dan Jepang.

Entah kemana lagi Amerika Serikat menambah utang bila China dan Timur Tengah telah menghindar. Padahal program Obama untuk melawan krisis membutuhkan dana ratusan milyar dollar, antara lain, untuk pembangunan proyek-proyek infra-struktur.

Dalam kondisi seperti ini tentu tak realistis Obama memperluas peperangan di Timur Tengah demi mendukung nafsu Israel, misalnya, dengan menyerang Iran dan Suriah, dua negara yang konsisten mendukung perjuangan Hamas.

Obama malah akan menarik tentaranya dari Iraq, sekaligus menciptakan perdamaian di Timur Tengah, salah satu program yang dijajakannya waktu kampanye. Artinya, masa-masa Israel merajalela selama 8 tahun kepemimpinan George Bush agaknya sudah berakhir.

Kelompok Neokon
Israel memang perkasa secara militer. Dia satu-satunya negara di Timur Tengah yang memiliki senjata nuklir. Tapi ia adalah sebuah negeri kecil dengan 7 jutaan penduduk yang terkepung oleh negara-negara Arab. Tanpa Amerika Serikat, Israel bukanlah apa-apa. Tanpa Amerika, Israel sudah kalah dalam perang Oktober 1973. Dan tanpa bantuan Amerika, Israel tak akan semaju sekarang.

Buku The Israel Lobby and U.S. Foreign Policy (Farrar, Straus & Giroux, 2007) yang ditulis dua akedemisi ternama, Profesor John Mearsheimer (University of Chicago) dan Profesor Stephen Walt (Kennedy School of Government, Harvard University) membuat sinyalemen seperti itu.

Sejak Perang Oktober 1973, Washington sudah memberi bantuan kepada Israel sebesar 140 milyar dollar. Tak satu pun negara di dunia yang pernah diberi bantuan sebesar itu oleh Amerika. Tidak juga negera-negara Eropa yang menjadi sekutu Amerika Serikat di dalam NATO. Sejak 1976 sampai sekarang, setiap tahun Amerika memberikan bantuan langsung sebesar 3 milyar dollar, kira-kira seperenam dari keseluruhan budjet bantuan luar negerinya. Bantuan terus diberikan walau Israel sudah menjadi negara industri dengan income per capita lebih kurang sama dengan Korea Selatan atau Spanyol.

Israel diberi akses informasi ke sejumlah peralatan canggih seperti heli tempur Blackhawk dan jet F-16. Begitu pula akses intelijen, yang justru ditutup Amerika untuk sekutu NATO-nya di Eropa. Amerika pura-pura tak tahu Israel membangun senjata nuklir di Dimona, Gurun Negev, dekat perbatasan dengan Jordania.

Washington menjadi pelindung konsisten Israel dalam urusan diplomatik. Sejak 1982, negeri itu sudah memveto 32 resolusi Dewan Keamanan PBB yang merugikan Israel. Amerika mengganjal upaya negara-negara Arab untuk memasukkan senjata nuklir Israel ke dalam agenda badan atom dunia, IAEA. Sikap Amerika ini sungguh munafik ketika kemudian ia meributkan proyek nuklir Iran.

Berkat veto-veto itulah sampai sekarang Palestina tetap menjadi jajahan Israel. Belakangan pemerintahan Presiden Bush yang dikelilingi kelompok Neo Konservatif (Neokon), yaitu intelektual Amerika keturunan Yahudi yang menginginkan Amerika menjadi satu-satunya kekuatan utama dunia, kalau perlu itu dicapai dengan kekuatan senjata.

Mereka mempengaruhi Presiden Bush untuk merencanakan peta baru Timur Tengah, utamanya demi kepentingan strategis Israel. Maka untuk itulah Iraq dihancurkan, Lebanon dikacaukan, Iran dan Syria menunggu giliran.

Karenanya tulisan para tokoh Jaringan Islam Liberal (JIL) di internet, seperti Ulil Abshar-Abdalla dan terutama Luthfi Assyaukanie, lebih terasa sebagai upaya untuk meningkatkan citra Israel yang terpuruk habis di mata internasional akibat serangannya yang mengorbankan begitu banyak manusia tak berdosa di Gaza.

Ulil misalnya mengingatkan penaklukan dan ekspansi wilayah dengan pencaplokan melalui aksi militer yang begitu luas yang dilakukan kaum Muslim pada zaman baheula. Itu terjadi karena Islam sebagaimana halnya Kristen, menurut Ulil, memiliki watak imperial, misionaris, dan ekspansif.

Itu bertolak belakang dengan agama Yahudi. Menurut Ulil, agama ini sama sekali tak pernah berambisi mendakwahkan agamanya di luar bangsa Yahudi. Bangsa dan agama Yahudi tak pernah berambisi melakukan ekspansi wilayah. Ide keyahudian terikat pada wilayah kecil sebagai fondasi agama itu, yaitu Yerusalem dan kawasan di sekitarnya, yang sama sekali tak signifikan dibandingkan dengan luasnya wilayah yang dicaplok umat Islam di zaman lampau.

Jadi dengan tulisan itu, Ulil mengesankan perlakuan Israel terhadap penduduk Gaza sekarang adalah wajar karena orang Islam dulu tukang caplok, ekspansif, misionaris alias ingin menjadikan seluruh ummat manusia menjadi Islam. Ummat Islam di Gaza sekarang, kiranya di dalam benak Ulil, harus menerima azab dosa turunan para pendahulunya.

Luthfi membuat reportase dari kunjungannya ke Israel. Yang ingin dikesankan dari reportase itu, ummat Islam sama dengan kebodohan, kemiskinan, dan kusam, sementara orang Yahudi pintar, kaya, dan bersinar.

Di tengah kutukan akan kekejaman militer Israel terjadi hampir di seluruh penjuru dunia – malah di Venezuela dan Bolivia, Duta Besar Israel diusir – tulisan Ulil dan Luthfi sungguh tanpa rasa sungkan sedikit pun.

Khalifah Umar Bin Khatab
Ulil tak akurat ketika menuduh Islam dan Kristen ekspansif karena watak agamanya yang misionaris. Padahal yang sesungguhnya terjadi, sejarah manusia memang penuh peristiwa penaklukan dan ekspansi dimulai zaman Hannibal atau sebelumnya.

Pelajarilah sejarah Yunani kuno, Sparta dan Athena, semua penuh peperangan dan penaklukan, padahal Kristen dan Islam waktu itu belum ada. Romawi adalah sejarah tentang sebuah imperium. Begitu pula kisah bangsa Mongol yang menggetarkan dan menakutkan itu. Mereka bukan Islam atau Kristen tapi mereka ekspansif. Mereka sang penakluk.

Islam yang datang kemudian, juga melakukan peperangan atau penaklukan daerah asing. Setelah Rasulullah wafat, para sahabat dipimpin Khalifah Umar Bin Khattab memperluas wilayah mereka dengan mengalahkan Persia, Byzantium, dan kemudian Jerusalem.

Tapi seperti ditulis Karen Amstrong, wanita penulis produktif yang mengagumkan dari Inggris, di dalam Jerusalem, One City, Three Faiths (Random House, Inc, 1996), penaklukan yang dilakukan Khalifah Umar atas Jerusalem terhitung yang paling damai dan minim darah. Begitu penguasa Kristen di Jerusalem dipimpin Kepala Pendeta Sophronius menyatakan menyerah, pertempuran pun berakhir.

Tak ada pembunuhan, tak ada penjarahan, tak ada perusakan properti, tak ada pengusiran atau perampasan harta, tak ada pembakaran simbol-simbol agama lawan, dan tak ada pemaksaan terhadap penduduk Jerusalem untuk memeluk Islam. Seluruh rumah ibadah Kristen atau pun Yahudi aman.

Khalifah sengaja membangun masjid di dekat Masjidil Aqsa, untuk tak mengganggu rumah ibadah agama lain. Itulah yang kini dikenal sebagai Masjid Umar. Dibandingkan dengan penaklukan Jerusalem sebelumnya, menurut Karen Amstrong, ‘’Islam memulai masanya yang panjang di Jerusalem dengan sangat baik.’’

Agaknya setelah mengalami dua kali perang dunia, ada kesadaran para pemimpin dunia bahwa penjajahan dan penaklukan harus dihapuskan. Maka setelah Perang Dunia II, negara-negara terjajah, terutama di Asia-Afrika, memperoleh atau merampas kemerdekaannya.

Saat ini Palestina merupakan satu-satunya kawasan di dunia yang masih terjajah. Karenanya pantas Hamas memperjuangkan kemerdekaannya dari Israel. Dan bangsa Indonesia harus mendukung Hamas karena pembukaan UUD 1945 jelas-jelas bersikap anti-penjajahan dan penindasan.

Ada pun reportase yang dibuat Luthfi Assyaukanie adalah contoh pekerjaan jurnalistik yang paling buruk. Ia tuliskan apa yang dia lihat dan rasakan, tanpa perlu mengetahui apa yang terjadi di balik semuanya. Karena itu reportasenya gagal menggambarkan apa yang sebenarnya terjadi di sana.
Kalau Luthfi membaca PALESTINE: Peace, Not Apartheid (Simon & Schuster, 2006) ditulis Jimmy Carter, mantan Presiden Amerika Serikat dan pemenang Nobel Perdamaian 2002, akan tahulah dia bahwa kemiskinan dan kusamnya permukiman Arab yang dikunjunginya itu tak lain akibat penjajahan Israel.

Dalam hal ini, Jimmy Carter pasti lebih layak dipercaya daripada Luthfi. Soalnya semasa menjadi Presiden Amerika Serikat dan sesudahnya, dia terus aktif dalam upaya perdamaian Arab-Israel. Carter yang paling berjasa merealisasikan Perjanjian Camp David, September 1978, yang mempertemukan Presiden Mesir Anwar Sadat dengan Perdana Menteri Israel Menachem Begin di meja perundingan. Sedang Luthfi cuma orang yang berkunjung ke Israel karena undangan.

Menurut Carter di bukunya, Pemerintah Israel melakukan politik apartheid terhadap orang Palestina di Gaza, Tepi Barat, dan Jerusalem Timur, seperti yang terjadi dulu di Afrika Selatan. Negeri itu diduduki, dirampas, dan dikolonisasikan oleh para pemukim Israel.

Carter mencatat, pertama berdiri di tahun 1948, wilayah Israel hanya 56% dari kawasan yang disebut holy land, antara Jordania dengan Laut Tengah. Sekarang Israel menguasai 77% kawasan itu. Palestina cuma mendiami sisanya, 23%, termasuk Jalur Gaza dan Tepi Barat.

Orang Palestina dari Gaza bila pergi ke Tepi Barat harus melintasi kawasan Israel sejauh 45 km. Jangan lupa di berbagai lokasi di Tepi Barat terdapat pula pemukiman-pemukiman Yahudi yang sampai sekarang dipertahankan Israel.

Bukan hanya itu. Dengan dalih sekuriti Israel membangun tembok-tembok. Jalan-jalan mulus tak boleh dilintasi orang Palestina. Yang paling menderita penduduk Gaza. Selama dua tahun ini Gaza praktis diblokade Israel, tertutup dari dunia luar. Menurut Carter di bukunya, itu mengakibatkan kemiskinan meningkat 70%. Busung lapar menyerang Gaza seperti yang terlihat di kawasan termiskin di dunia saat ini, Sahara Selatan.

Gaza diblokade karena di sana ada Hamas. Dan Hamas dimusuhi Israel dan Amerika Serikat karena mereka memenangkan pemilihan umum Palestina secara jujur dan adil. Dalam pandangan para pemimpin Amerika Serikat dan Israel, Hamas tak boleh menang karena mereka “teroris”, sebagaimana kelompok Hizbullah di Libanon. Aneh, “teroris” ikut pemilihan umum, dan menang pula.

Bayangkan, Hamas dan Hizbullah yang memperjuangkan kemerdekaan negerinya dituduh “teroris”. Berarti di mata mereka ini pejuang kemerdekaan seperti Pangeran Diponegoro dan Bung Tomo juga “teroris”. (hidayatullah.com)

http://swaramuslim.com/more.php?id=6164_0_1_0_M

Ingatlah Gaza, Biasa Sajalah dengan Obama

22 Jan

Pelantikan presiden baru AS disambut gegap gempita, bahkan di Indonesia beberapa kalangan menyambutnya dengan penuh antusias, stasiun tivi terus menampilkan bahasan mengenai pelantikan ini. Dengan beragam alasan tentunya sambutan berlebihan ini dilakukan kepada seorang Obama yang hanya pernah 2 tahun sekolah di kawasan Menteng Jakarta Pusat. Hanya 2 tahun..

Setelah kalah dan frustasi tidak mampu menguasai Gaza, Zionist menarik tentara monyet nya dari Gaza. Korban kebiadaban Zionist sudah diatas 1200 rakyat, sebagian besar anak-anak dan perempuan. Jumlah yang jauh lebih besar dari pembantaian Shabra dan Shatila.

Zionist kalah dan berdalih melakukan gencatan senjata sepihak lalu mundur untuk menutupi keputus asaannya. Gencatan senjata sepihak dan penarikan pasukan monyet dari Gaza ini dilakukan saat Obama hendak dilantik.

Hati-hatilah, sangat mungkin ini dilakukan untuk mengalihkan perhatian dunia dari kebinatangan dan kekalahannya di Gaza kepada pelantikan Obama.

Jadi biasa sajalah dengan Obama yang memang kafir dan sangat zionist dan tetaplah konsentrasi pada Gaza-Palestina.

(rr/pc)

Israel Memprediksi Setahun Lagi Roket Hamas Jangkau Tel Aviv

21 Jan

qassam-rocket1Nazaret – Infopalestina: Anggota “Knesset” Israel garis keras, Avigdor Liberman, yang juga ketua partai “Yasrael Betna”, menilai bahwa agresi militer Israel di Gaza belum menghancurkan Hamas. Namun menjadikannya sebagai pemain penting di kawasan. Dia menyatakan mungkin hanya sebentar lagi akan orang akan kaget sampai pemerintahan Ramallah jatuh di tangan Hamas.

Liberman melihat gerakan Hamas tidak akan berlangsung dalam kelemahannya. Namun akan menjadi lebih baik dari Hizbullah dalam setahun kemudian. Hamas akan memiliki ratusan roket yang mampu menjangkau ke tengah Tel Aviv dan mengempur kantor pemerintah Israel.

Sementara itu seorang analis politik Israel yang dikenal dekat dengan pemerintah berkuasan Israel saat ini, mengungkap bahwa sebab utama yang mendorong Israel menghentikan perang ke Jalur Gaza adalah karena “lelah” dan “capek”.

Dia mengutip dari seorang menteri senior Israel yang tidak disebut namanya, “Pengelolaan perang penting tidak mudah hanya sekali. Yang di dalamnya banyak membawa sarat. Terlebih kita biasa membentuk tim investigasi setiap usai perang.” Sang menteri menambahkan, “Apapun kesalahan dalam peang bisa mengakhiri kehidupan politik untuk menteri ini atau itu.”

Dia melanjutkan, “Hari ini presiden baru Amerika Barrack Obama akan memasuki Gedung Putih. Dan dunia akan berdiri menentang kita.” Dia bertanya-tanya, “Siapa yang memiliki kekuatan untuk menghadapi ini.” (seto)

http://www.infopalestina.com/ms/default.aspx?xyz=U6Qq7k%2bcOd87MDI46m9rUxJEpMO%2bi1s7XW3GbaA4QazP13%2fPnQHUxtMD00EO60RA6OgcbFRHeAlh5f0hBDTO5nYDaSwrN9jsDs6%2fbA3MbDq3DZY6QTFpdP9aJ2h%2fs1riRh3XV9lME7Y%3d

 

 

 

 

Sedemikian Takut Sehingga Pasukan Israel Pakai Pampers

21 Jan

Selasa, 20/01/2009 18:00 WIB

Khalid ibnu Walid terkenal dengan ucapannya ketika berhadapan dengan pasukan Romawi yang jumlahnya berlipat kali dari pasukan Islam, yaitu:

جِئْتُ بِأُنَاسٍ يُحِبُّونَ الْمَوتَ كَمَا تُحِبُّونَ الْحَيَاة

 ”Aku datang dengan pasukan yang mencintai kematian sebagaimana kalian (pasukan Romawi) mencintai kehidupan”

 

Ketika ucapan Khalid sampai ke telinga komandan pasukan Romawi maka ia langsung mengalami teror mental yang menyebabkan seluruh pasukannya juga mengalami domoralisasi sehingga mereka berhasil dikalahkan oleh pasukan Islam yang jumlahnya jauh dibawah jumlah mereka. Allah Akbar…!!!

Hal ini pula yang disampaikan oleh komandan Brigade Izzuddin Al-Qossam, sayap militer Hamas, ketika mengeluarkan komunike pada tanggal 19 Januari 2009 kemarin. Abu Ubaidah menyampaikan sederet laporan kemenangan pejuang Palestina dan kekalahan pasukan Yahudi Zionis Israel. Di antaranya beliau menyebutkan bahwa 49 tentara Israel berhasil dibunuh dan tiga orang berhasil ditawan. Namun yang paling menggelikan adalah ketika beliau memberi kesaksian bahwa pasukan Yahudi dipergoki berperang dengan memakai pampers…!!! Artinya, mereka sedemikian pengecutnya sehingga harus mengantisipasi kalau-kalau pasukannya berperang dalam keadaan takut sampai terkencing-kencing…!

 

 

(dikutip dari :

http://eramuslim.com/suara-langit/undangan-surga/sedemikian-takut-sehingga-pasukan-israel-pakai-pampers.htm )