Posted on January 23, 2008 by farid1924
Demonstrasi kali lain dari biasanya. Tampak dari beragam pakaian yang dipakai pendemo , pakain khas dari berbagai agama. Ada berpakaian muslim, kristen, Budha dan Hindu. Mereka mempersoalkan MUI yang telah mengeluarkan fatwa tentang Ahmadiyah dan aliran sesat lainnya. Inilah yang dikecam Mashadi, ketua Forum Umat Islam (FUI). Menurutnya, apa urusannya orang kristen, budha dan Hindu mengurusi fatwa MUI. Dalam aksi senin (7/1) di depan Kejaksaan Agung ini, demonstran menolak fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI). Aksi unjuk rasa yang menamakan diri mereka Aliansi Kebangsaan untuk Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan (AKKBB) menuduh fatwa MUI ini telah memicu kerusahan dan kekerasan, terutama yang berkaitan dengan Ahmadiyah.
Sebagaimana yang diberitakan Hidayatullah.com , sebenarnya gerakan ini seminggu sebelum aksi telah ramai digalang di beberapa milis. Namun tak banyak masyarakat tahu. Bahkan situs Indonesian Conference on Religion and Peace (ICRP) paling rajin menggang gerakan ini. Kelompok lsekuler-liberal yang terlibat dalam aksi ini antara lain ; Indonesian Conference on Religion and Peace (ICRP), Interfidei, Jaringan Kelompok Antar-iman se-Indonesia, MADIA, Wahid Institut, Maarif Institut, JIL, ada juga nama seperti Muhamad Ali, Ph.D, assistant Professor Religious Studies Department University of California, dan Djohan Efendy.
Memang kelompok-kelompok liberal dan sekuler , belakang memang gencar mangkampanyekan pembubaran MUI dan pembelaan terhadap aliran sesat seperti Ahmadiyah. Menurut mereka, fatwa MUI tentang aliran sesat merupakan pelanggaran HAM, kebebasan dalam memeluk keyakinan dan ajaran tertentu. Tuduhan lain fatwa MUI telah mengancam pluralisme. Isu Ahmadiyah pun dijadikan isu politik untuk mengkampanyekan ide-ide sesat seperti pluralisme dan liberalisme.
Serangan kelompok sekuler-liberal ini terhadap MUI bukan yang pertama kali. Kemarahan mereka memuncak ketika MUI memfatwakan sekulerism, liberalism, dan pluralisme adalah paham kufur dan menyesatkan karena itu haram untuk diamalkan oleh kaum muslim. Saat itu, salah satu pentolan JIL , Ulil Abshor Abdalla dengan emosi menuduh MUI dan ulama yang didalamnya tolol.
Kampanye massif pun dilakukan. Kelompok Liberal JIL seperti Luthfi Asy-syaukanie menulis di situs JIL bahwa fatwa yang berpotensi memicu kekerasan dan tindak intoleransi, berasal dari keompok ultra-konservatif dalam tubuh MUI itu. Saidiman juga menulis dengan judul yang provokatif di situs JIL : Ahmadiyah Dilarang Menyembah Tuhan. Menurutnya, hari Idul Adha, yang seharusnya menjadi peristiwa religius yang menggembirakan, terpaksa mereka jalani dengan duka. Mereka dilarang merayakan Idul Adha di rumah ibadah yang mereka bangun sendiri. Lebih jauh, mereka dihalangi untuk menyembah Tuhan.
Koordinator Indonesian Conference on Religion and Peace (ICRP) Ulil Abshar Abdallah justru menuding fatwa Majelis Ulama Indonesia yang menyatakan Jemaah Ahmadiyah sebagai ajaran sesat sebagai pemicu aksi kekerasan. Dengan adanya fatwa MUI itu, massa merasa memiliki legitimasi untuk melakukan aksi kekerasan terhadap Jemaah Ahmadiyah. “MUI harus bertanggungjawab terhadap aksi kekerasan dan harus dilaporkan ke pengadilan,” tutur Ulil yang juga aktivis Jaraingan Islam Liberal.
Tudingan miring terhadap fatwa MUI juga datang dari Dawam Rahardjo. Mantan Rektor Unisma Bekasi ini menganggap Keputusan Munas MUI No. 05/Kep/Munas/MUI/1980 tentang fatwa yang menetapkan Ahmadiyah sebagai jemaah di luar Islam, sesat dan menyesatkan sebagai sumber ‘teroris’. Bagi Dawam, keputusan MUI itu menjadi pemicu tindak kekerasan umat Islam terhadap jamaat Ahmadiyah.
Kerjasama kelompok liberal dan Ahmadiyah pun tampak dari pernyataan sikap bersama ICRP-JAI(Ahmadiyah), WI, AKKBB tanggal 9 November 2007. Dalam pernyataannya mereka dengan jelas menyerukan. sekulerisme seperti tampak dari point : Negara Sebaiknya Bersikap Adil dan Netral Terhadap Semua Penganut Kepercayaan, Sekte, dan Agama. Sementara dalam point kelima mereka mengecam fatwa MUI, tertulis : menghimbau kepada semua pemuka agama untuk menghentikan klaim sesat dan menyesatkan kepada kelompok lain. Fatwa penyesatan justru menjadi pendorong, pemicu, dan pembenaran tindak kekerasan oleh kelompok masyarakat tertentu.
Poros Penjajah
Kerjasama kelompok Sekuler-Liberal, Kristen dan Ahmadiyah, bisa dimengerti. Ada kesamaan pemikiran dan kepentingan dari kelompok ini. Dari segi pemikiran, kelompok-kelompok ini sama-sama menyerukan sekulerlisme, liberalisme dan pluralisme.
Dari segi kepentingan kelompok ini telah menjadi kaki tangan penjajahan Barat di negeri-negeri Islam. Kelompok Sekuler-Liberal dengan gagasan sekulerismenya berupaya membendung penegakan syariah dan Khilafah Islam. Sesuatu yang sangat ditakuti oleh Barat. Sebab, penegakan syariah dan Khilafah akan menghentikan penjajahan Barat di negeri-negeri Islam. Karena itu, mereka punya kepentingan untuk menjamin agar negeri-negeri Islam tetap menjadi negeri sekuler. Tidaklah mengheran kalau kelompok liberal kebakaran jenggot saat MUI mengharamkan liberalisme.
Bahwa kelompok liberal ini adalah agen penjajah tampak dari seruan yang sering mereka kampanyekan untuk mendistorsi jihad. Jihad dianggap sebatas melawan hawa nafsu, tak jarang jihad dituduh sebagai tindakan teroris. Jelas Barat punya kepentingan besar terhadap konsep jihad ini. Selama pemikiran jihad masih tertanam di jiwa kaum muslimin sulit bagi mereka untuk menaklukkan negeri-negeri Islam. Jihad yang dilakukan mujahidin Irak dan Afghansitan menjadi penghalang besar bagi AS untuk menguasai secara penuh negeri itu. Singkatnya, seruan jihad untuk memerangi penjajah akan menggangu penjajahan mereka.
Hal ini sejalan dengan Mirza Ghulam Ahmad pendiri Ahmadiyah. Menurutnya jihad dengan pedang tidak berlaku lagi. „Sesungguhnya telah dibatalkan pada hari ini hukum jihad dengan pedang. Maka tidak ada lagi jihad setelah hari ini“ (Ruhani Khozain jilid 16). Tidak hanya itu Mirza Ghulam juga telah mewajibkan taat kepada pemerintah Inggris Raya yang saat itu banyak membunuh kaum muslim di negeri India. Mirza mengatakan : „ Sesungguhnya madzhabku dan aqidahku yang aku ulang-ulang bahwa Islam itu mempunyai dua bagian. Bagian pertama yaitu taat kepada Allah SWT, dan bagian kedua adalah taat kepada pemerintah Britania (Inggris Raya) yang telah memberikan keamanan dan melindungi kami dari orang dzalim. (Ruhani Khozain jilid 6). Berkaitan dengan ini para ulama yang tergabung di Liga Muslim Dunia (Rabithah ‘Alam Islami) saat melangsungkan konferensi tahunannya di Makkah Al-MukarramaH Saudi Arabia dari tanggal 14 s.d. 18 Rabiul Awwal 1394 H (6 s.d. 10 April 1974) yang diikuti oleh 140 delegasi negara-negara Muslim dan organisasi Muslim dari seluruh dunia mengeluarkan deklarasi liga muslim dunia yang menjelaskan penyimpangan ajaran Ahmadiyah. Dalam deklarasi Liga Muslim Dunia (Rabithah Alam Islami) Tahun 1974 disebutkan : Qadianiyah atau Ahmadiyah : adalah sebuah gerakan bawah tanah yang melawan Islam dan Muslim dunia, dengan penuh kepalsuan dan kebohongan mengaku sebagai sebuah aliran Islam; yang berkedok sebagai Islam dan untuk kepentingan keduniaan
Qadianiyah semula dibantu perkembangannya oleh imperialisme Inggris. Oleh sebab itu, Qadiani telah tumbuh dengan subur di bawah bendera Inggris. Gerakan ini telah sepenuhnya berkhianat dan berbohong dalam berhubungan dengan ummat Islam. Agaknya, mereka setia kepada Imperialisme dan Zionisme.
Sementara keberadaan kelompok kristen secara historis memang dimanfaatkan oleh negara penjajah untuk menghancurkan Islam. Kehancuran Khilafah Islam tidak bisa dilepaskan dari peran misionaris yang mengkampanyekan ide nasionalisme yang membuat umat Islam terpecahbelah. Kelompok Kristen juga bersama-sama penjajah memasuki negeri Islam.
Kristenisasi digunakan alat oleh penjajah untuk mengokohkan penjajahan di negeri Islam. Alb C. Kruyt (tokoh Nederlands bijbelgenootschap) dan OJH Graaf van Limburg Stirum menyatakan : “Bagaimanapun juga Islam harus dihadapi, karena semua yang menguntungkan Islam di Kepulauan ini akan merugikan kekuasaan Belanda… Kristenisasi merupakan faktor penting dalam proses penjajahan.”
Sekarang kelompok Kristen diduga berada dibalik proyek disintegrasi Indonesia. Kospirasi negara AS dan kafir Barat lainnya di Maluku dan wilayah-wilayah Indonesia lainnya kiranya menggunakan modus operandi kasus Timtim. Maluku yang mereka klaim adalah mayoritas Kristen, mereka provokasi agar bisa merdeka seperti Timtim. Sebagaimana, di Timtim mereka berada di belakang Falintil dan OPM di Irian, mereka juga nampaknya berada di belakang RMS (Republik Maluku Selatan, yang diplesetkan menjadi Republik Maluku Sarani, Sarani = Nasrani).
Walhasil, umat Islam harus mewaspadai melihat begitu besar dukungan terhadap jemaat Ahmadiyah, terutama dari kalangan Islam liberal. Jangan-jangan ada agenda tersembunyi yang mereka inginkan. Misalnya, memberikan cap negatif kepada MUI dengan menganggap fatwa MUI telah menimbulkan bentrokkan massa. Dengan demikian, kepercayaan umat Islam terhadap MUI menjadi luntur. Stempel negatif juga akan mereka berikan kepada ormas Islam yang selama ini memperjuangkan kemurnian ajaran Islam. Apalagi kini kesadaran umat Islam di Indonesia terhadap penegakkan syariah mulai terbangun kembali.Agenda panjangnya adalah agar liberalisasi agama di Indoensia tetap bertahan. Karena itu kemudian isu penyerangan terhadap jamaat Ahmadiyah itu sengaja dibesar-besarnya agar proyek pluralisme agama tetap berjalan. Bahkan uang puluhan miliar rupiah dari kapitalis asing seperti AS, Inggris, Australia dan lembaga dana zionis Yahudi tetap mengalir ke kantong LSM dan komprador yang ada di perguruan tinggi dan pemerintah. (FW)
http://farid1924.wordpress.com/2008/01/23/poros-penjajah-liberal-kristenisasi-ahmadiyah/